- Adipati Pragola II adalah pemimpin Kadipaten Pati sekaligus saudara ipar dari Sultan Agung, pemimpin Kerajaan Mataram Islam 1613-1645. Meskipun masih memiliki hubungan saudara, Adipati Pragola II dalam sejarahnya pernah terlibat perang dengan Sultan Agung. Perang saudara inilah yang membuat Adipati Pragola II tewas pada 4 Oktober bagaimana kronologi perang saudara antara Adipati Pragola II dengan Sultan Agung? Baca juga Adipati Pragola I dan Kisah Perjuangannya Kronologi perang saudara Adipati Pragola II Ada ragam versi berbeda yang menceritakan tentang asal-usul Adipati Pragola sumber menyebutkan bahwa Adipati Pragola II merupakan putra dari Adipati Pragola I. Namun, ada pula yang menyebutkan bahwa Adipati Pragola II bukan putra dari Adipati Pragola I, melainkan putra dari Pangeran Puger atau Pakubuwana I. Terlepas dari perbedaan tersebut, catatan sejarah kompak menyebut Adipati Pragola II terlibat perang saudara dengan Sultan Agung. Hubungan saudara yang terjalin antara Pragola II dengan Sultan Agung dilatarbelakangi oleh pernikahan Adipati Pragola II dengan Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar, adik Sultan Agung. Pada masa kepemimpinannya, sang adipati menyatakan bahwa Pati dan Mataram sederajat. Oleh sebab itu, Adipati Pragola II enggan patuh terhadap Mataram.
SeranganSultan Agung terhadap VOC di Banten dan Batavia pada tahun 1628 dan 1629, perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar pada tahun 1667, serta perlawanan Pattimura di Maluku pada tahun 1817 pada dasarnya merupakan bentuk reaksi atas kebijakan. Penyebaran agama Kristen Monopoli perdagangan Diskriminasi Ras Campur tangan terhadap urusan
Perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Agung, Sultan Hasanuddin, dan Kapitan Pattimura pada dasarnya memiliki latar belakang yang sama, yaitu monopoli perdagangan yang dilakukan oleh Belanda, sehingga penduduk lokal tidak memiliki kesempatan untuk berdagang secara bebas. Pola perlawanan yang dilakukan pun kurang lebih bersifat sama karena berkonsentrasi pada kota - kota yang memiliki pelabuhan dagang besar seperti Sunda Kelapa, Makassar, dan Ambon. Oleh karena itu, jawaban yang paling tepat adalah BNamun serangan Pasukan Mataram ke Batavia gagal lantaran kurang perbekalan. Sultan Agung naik pitam. Kemarahan atas kegagalan tersebut tidak bisa ditoleransi. Sejarah mencatat, pada 21 Oktober 1628 Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja serta prajurit yang tersisa dihukum mati dengan cara dipenggal. Home Nusantara Selasa, 30 Mei 2023 - 1901 WIBloading... A A A Perlawanan Mataram Islam terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan karena Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Sayangnya serangan yang dilakukan Mataram Islam harus mengalami kegagalan karena VOC berhasil membakar lumbung persediaan makanan pasukan banyak hal yang menjadikan Sultan Agung memiliki peran sangat sentral dalam kemajuan kerajaan ini. Salah satu hal yang dilakukan oleh Sultan Agung adalah meneruskan pendahulunya untuk meletakan dasar perkembangan Mataram Islam dengan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada rakyat, beliau juga menempatkan ulama dengan kedudukan terhormat, yaitu sebagai pejabat anggota Dewan Parampara Penasihat tinggi kerajaan. Selain itu Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Misalnya grebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang saat ini dikenal sebagai garebeg Puasa dan Grebeg Maulud. bim sejarah kerajaan mataram mataram kuno islam voc Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 1 menit yang lalu 35 menit yang lalu 44 menit yang lalu 46 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu
SeranganSultan Agung terhadap VOC di Banten dan Batavia pada tahun 1628 & 1629, perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar pada tahun 1667, serta perlawanan Pattimura di Maluku pada tahun 1817 pada dasarnya adalah . Jawaban Pendahuluan. VOC menerapkan beberapa aturan paksa yang harus dilaksanakan oleh Indonesia.Atlas of Mutual Heritage and the Koninklijke Bibliotheek, the Dutch National Library via Wikipedia Perdamaian antara VOC dan Amangkurat I terjadi setelah Mataram Islam gagal menyerang Batavia di masa Sultan Agung. Perdamaian antara VOC dan Amangkurat I terjadi setelah Mataram Islam gagal menyerang Batavia di masa Sultan Agung. - Mataram Islam akhirnya menjalin persabahatan dengan VOC usai mangkatnya Sultan Agung. Selain diinisiasi oleh Amangkurat I, pengganti Sultan Agung, persahabatan ini juga melibatkan sosok panglima terbesar Mataram Islam. Dialah Tumenggung Wiraguna. Tawaran perdamaian pertama datang dari Amangkurat I. Salah satu poin perdamaian itu adalah kesediaan untuk tukar menukar tawanan dan kerja sama lainnya. Jawaban ajakan damai itu baru direspon VOC pada 19 Juli 1646, di mana kongsi datang tersebut mengakui keberadaan Sunan Mataram. Untuk memuluskan kerja sama itu, Mataram Islam mengutus Tumenggung Wiraguna, panglima dan abdi dalem kesayangan Sultan Agung. Wiraguna memang dikenal sebagai sosok yang arif dan cinta perdamaian. Dia juga disebut-sebut menghendaki perdamaian dengan bangsa asing tersebut. Mataram Islam sendiri sudah menjanjikan beberapa hadian untuk VOC. Tak sekadar isapan jempol, setidaknya ada 200 gantang beras dan 20 ekor ayam jago yang dikirimkan Mataram Islam kepada VOC. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Tatabahasa pun mengalami perkembangan pada masa Sultan Agung dengan mulai diberlakukannya penggunaan tingkatan bahasa di luar Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kesultanan Mataram Islam melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda alias VOC. Bahkan, Mataram dua kali menyerang pusat VOC di Batavia yakni pada 1628 dan 1629 meskipun
Ilustrasi alasan Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Foto Unsplash/Arfan AdytiyaRaden Mas Rangsang yang dikenal dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah raja dari Kerajaan Mataram yang hampir menguasai hampir seluruh wilayah Jawa. Salah satu kisah yang paling dikenal adalah rencananya menyerang Batavia. Sebenarnya, mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia yang merupakan markas VOC?Alasan Sultan Agung Merencanakan Serangan ke BataviaIlustrasi peperangan antara pasukan Sultan Agung dengan VOC. Foto Unsplash/Hasan Almasi Soedjipto Abimanyu dalam bukunya Kitab Terlengkap Sejarah Mataram 2015 70, Sultan Agung adalah satu-satunya raja Mataram yang sangat bersemangat memerangi VOC. Salah satu faktor yang menyebabkan Mataram di masa pemerintahan Sultan Agung melancarkan serangan terhadap VOC karena perusahaan asal Belanda ini telah melakukan penekanan pada rakyat dan melakukan monopoli hasil bumi, sehingga menyebabkan rakyat kedatangan VOC di Batavia, Sultan Agung sudah menampakkan ketidaksukaannya. Terbukti kalau VOC berbuat semena-mena terhadap penguasa Mataram, Sultan Agung pun menyiapkan pasukan guna menyerang kedudukan Belanda di Batavia. Berbagai persiapan pun dilakukan dalam rangka penyerangan tersebut, mulai dari persiapan perbekalan hingga melatih keterampilan perang para prajurit catatan sejarah, Sultan Agung melancarkan serangan terhadap VOC di Batavia sebanyak dua kali. Serangan pertama terhadap VOC dilakukan pada tahun 1628. Sebelum penyerangan dilakukan, terlebih dahulu Sultan Agung mengirim utusan damai kepada mengutus Kiai Rangga yang merupakan bupati Tegal untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang. Karena itu, diberangkatkanlah satu armada perang Mataram ke Batavia di bawah pimpinan Tumenggung Bau sayangnya, serangan ini gagal lantaran pasukan Mataram terserang wabah penyakit dan kekurangan bekal air dan makanan. Selain itu, kegagalan tersebut juga disebabkan oleh terpecahnya konsentrasi pasukan. Sebab, pada saat bersamaan, pasukan yang menuju ke Batavia itu juga berperang melawan kerajaan-kerajaan di sepanjang pesisir utara Jawa dalam rangka penaklukan dan kedua terjadi pada tahun 1629. Setelah kegagalan pada serangan pertama, Sultan Agung pun mengirimkan armada perang untuk kedua kalinya pada tahun 1629. Kali ini, pasukan Mataram dipimpin oleh Adipati sisi persenjataan, penyerangan kedua ini dibekali persenjataan yang lebih lengkap dan persiapan yang lebih matang. Selain itu, untuk mengantisipasi kekurangan makanan, maka lumbung-lumbung makanan telah dipersiapkan di sekitar kedua ini dipimpin oleh dua panglima perang Mataram, yakni Adipati Ukur dan Adipati Juminah. Pasukan pertama yang dipimpin oleh Adipati Ukur diberangkatkan pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Jumlah semua pasukan Mataram untuk penyerangan kedua ini adalah orang. Namun, sayangnya, lagi-lagi penyerangan kedua berhasil digagalkan oleh satu penyebab kegagalan ini adalah dibakarnya tempat penyimpanan makanan pasukan Mataram oleh VOC dan banyak prajurit yang terjangkit wabah kolera, sehingga pasukan Mataram banyak yang mati. Bahkan, penyakit ini juga menewaskan Gubernur Jenderal VOC di Batavia, Jan Pieterzoon Sultan Agung dua kali gagal dalam menyerang VOC, namun tekadnya memicu semangat dan keberanian rakyat Indonesia untuk mengusir penjajahan Belanda, meskipun masih bersifat kedaerahan.MZM
SeranganSultan Agung terhadap VOC di Banten dan Batavia pada tahun 1628 dan 1629, perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar pada tahun 1667, serta perlawanan Pattimura di Maluku pada tahun 1817 padaLukisan Sultan Agung dalam poster film Sultan Agung Tahta, Perjuangan, Cinta 2018. Sultan Agung diperankan oleh Ario Bayu. Dalam tiga tahun terakhir kekuasaannya 1610–1613, Panembahan Krapyak berusaha menaklukkan Surabaya. Ia sampai mengirim utusan kepada Gubernur Jenderal Pieter Both di Maluku untuk mengadakan persekutuan. Ia menganggap Mataram dan VOC punya musuh yang sama Surabaya. Ajakan itu membuat VOC dapat mendirikan pos dagang di Jepara di bawah pengawasan Mataram, tetapi masih tetap memiliki posnya di Gresik yang berada di bawah pengawasan Surabaya. “Lawan Krapyak yang paling kuat adalah Surabaya,” tulis sejarawan Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Menurut Ricklefs, sebuah dokumen VOC dari tahun 1620 menggambarkan Surabaya sebagai sebuah negara yang kuat dan kaya. Luas wilayahnya kira-kira 37 km, yang dikelilingi sebuah parit dan diperkuat dengan meriam. Konon pada tahun itu, Surabaya mengirim prajurit ke medan perang melawan Mataram, tetapi tidak terlihat adanya pengurangan penduduk yang nyata di kota itu –cerita ini mungkin berlebihan. Pada 1622, Surabaya menguasai Gresik dan Sidayu. Pengaruhnya meluas ke lembah Brantas sampai Japan Mojokerto dan Wirasaba Majaagung. Penguasa Sukadana di Kalimantan juga mengakui kekuasaan Surabaya. Kapal-kapal dagang Surabaya terlihat di seluruh kepulauan, dari Malaka sampai Maluku. Panembahan Krapyak meninggal dunia pada 1613. Ia digantikan anaknya, Sultan Agung, raja terbesar Mataram. Sultan Agung melanjutkan politik ekspansi ayahnya. Ia lebih dulu menaklukan daerah-daerah sekutu Surabaya Malang dan Lumajang 1614, Wirasaba 1615, Lasem 1616, Tuban 1619, Sukadana 1622, dan Madura 1624. “Dari tahun 1620 sampai 1625, Sultan Agung mengepung Surabaya dan membinasakan hasil-hasil panennya,” tulis Ricklefs. “Akhirnya, pada 1625 Surabaya berhasil ditaklukan, bukan karena diserang melainkan karena mati kelaparan.” Menurut sejarawan de Graaf dalam Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan Agung, strategi Sultan Agung menaklukan Surabaya dengan cara membendung Kali Mas, cabang dari Sungai Brantas. Hanya sebagian dari air tersebut melewati bendungan. Air yang sedikit itu menjadi busuk karena keranjang-keranjang berisi bangkai binatang dan buah aren, yang diikat pada tonggak-tonggak di dalam kali. “Karena itu, penduduk Surabaya dihinggapi bermacam-macam penyakit batuk-batuk, gatal-gatal, demam, dan sakit perut,” tulis De Graaf. Surabaya pun menyerah. Kota jatuh ke tangan penakluk dalam keadaan utuh. Laporan ke Negeri Belanda tanggal 27 Oktober 1625 menyebutkan “Pada musim panas ini Surabaya menyerah kepada raja Mataram, tanpa perlawanan, hanya karena berkurangnya rakyat dan karena kelaparan, sehingga dari 50–60 ribu jiwa tinggal tidak lebih dari seribu.” Bahkan Daghregister, 1 Mei 1624, menyebut tinggal “500 jiwa, sisanya meninggal dan hilang karena keadaan menyedihkan dan karena kelaparan”. “Dengan jatuhnya Surabaya,” tulis De Graaf, “maka selesailah penaklukan bagian timur Jawa yang beragama Islam.” Pada saat Surabaya takluk, menurut Ricklefs, sudah muncul kekuatan baru di Jawa, yaitu VOC di Batavia. Sultan Agung lebih dulu mengarahkan perhatiannya terhadap musuh-musuhnya yang Jawa daripada VOC, tetapi perhatiannya akan segera beralih menghadapi orang-orang Eropa itu. Mataram Menyerang VOC di Batavia Sultan Agung mengerahkan pasukannya untuk menyerang VOC di Batavia pada Agustus–November 1628. Serangan pertama itu gagal. Menurut De Graaf, ketika tidak melihat kemungkinan untuk merebut Batavia dengan penyerbuan mendadak, maka digunakanlah cara yang telah diuji keberhasilannya pada pertempuran di Surabaya, yaitu membendung sungai. Untuk itu, dipekerjakan orang, namun kemajuannya lamban karena mereka kelaparan dan serba kekurangan. “Mereka berusaha menimbulkan wabah penyakit pes,” tulis Willard Anderson Hanna dalam Hikayat Jakarta. “Akan tetapi, di kalangan pasukan Mataram sendiri beratus-ratus yang jatuh sakit dan meninggal, yang menambah penderitaan mereka.” Sutrisno Kutoyo, dkk., dalam Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia menyebut bahwa jika Sungai Ciliwung dapat dibendung, Kompeni tidak akan menyerah karena mereka tinggal di dalam benteng-benteng dan sudah mempunyai persediaan bahan makanan serta air yang dapat diambil dari sungai Untung Jawa yang bebas dari penjagaan prajurit Mataram atau Banten. “Mereka juga telah menggali sumur-sumur untuk mengatasi kekurangan air. Untuk pertahanan, sungai-sungai di dalam kota dihubungkan dan dipasang pintu-pintu air gejlegan yang sewaktu-waktu dapat dibuka dan ditutup. Di tempat-tempat itu selalu dijaga dan di setiap sudut benteng didirikan bastilon atau cakruk sebagai rumah penjagaan,” tulis Sutrisno. Menurut sejarawan Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, serangan kedua Mataram pada 21 Agustus–2 Oktober 1629 yang disiapkan lebih lama juga gagal. Penyebabnya, logistik Mataram dihancurkan VOC, angkatan lautnya lemah, dan jarak antara Jawa Tengah dan Batavia jauh, sehingga prajurit capai apalagi membawa meriam-meriam yang berat. Karena takut dihukum bila pulang tanpa kemenangan, cukup banyak pasukan Mataram yang menetap di sekitar Batavia yang kosong penduduknya, di antaranya di daerah yang sekarang bernama Matraman dari kata Mataram di Jakarta Timur. “Namun, kurang lebih lima puluh persen angkatan perang Sultan Agung mati karena kelaparan, penyakit, kecapaian, hukuman, dan peluru Belanda,” tulis Heuken. Sultan Agung memang gagal mengalahkan VOC. Namun, VOC sendiri kehilangan gubernur jenderalnya. Jan Pieterszoon Coen meninggal dunia karena penyakit kolera pada 20 September 1629.Dilansirdari Encyclopedia Britannica, perhatikan pernyataan berikut!1) voc mengajak sultan agung berunding2) voc memiliki perlengkapan senjata lebih baik3) pasukan mataram kehabisan sumber makanan 4) sultan agung menerima bujukan belanda agar menghentikan peperangan 5) pasukan mataram mengalami kelelahan fakta penyebab kekalahan sultan agung dalam serangan kedua terhadap kedudukan voc di